DEFINISI
Ginjal adalah organ vital yang berperan mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-basa dengan cara filtrasi darah, reabsopsi selektif air, elektrolit dan nonelektrolit, serta mengeksresi kelebihannya sebagai urin. Beberapa gangguan dapat terjadi pada ginjal. Gangguan pada ginjal antara lain gagal ginjal dan batu ginjal. Gagal ginjal dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik [1]
Gagal ginjal kronik (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progesif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau tranplantasi ginjal). Gagal ginjal kronik juga dapat mengakibatkan anemia karena sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin [1]
Dampak lain dari gagal ginjal kronik yaitu penyakit tulang karena penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (Osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur patologis [1]
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terus berkembang di seluruh dunia dengan insiden dan prevalensi yang meningkat. Prevalensi PGK pada anak-anak jauh lebih rendah dibandingkan pada orang dewasa, berkisar antara 15 hingga 75 kasus per 1 juta anak. PGK pada anak-anak, seperti juga pada orang dewasa, dikaitkan dengan konsekuensi yang serius, termasuk peningkatan risiko kematian, gagal ginjal, penyakit kardiovaskular, gangguan mineral tulang, dan gizi buruk [2]
ETIOLOGI
Gagal ginjal kronis sering kaki menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder, penyebab gagal ginjal kronis diantaranya [3]:
Glomerulonefritis
Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, TBC)
Kelainan kongenital (polikistik ginjal, asidosis tubulus ginjal)
Penyakit vaskuler (nefrosklerosis benign/ maligna, stenosis arteria renalis)
Proses obstruksi (kalkuli, nefrolithiasis)
Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif)
7.Penyakit metabolik (diabetes, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis)
PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari perkembangan CKD bersifat multifaktorial dan hanya sebagian kecil yang dipahami. Ginjal merupakan organ yang berkembang biak secara lambat dengan kapasitas terbatas untuk regenerasi. Selama nefrogenesis dan perkembangan janin, sel induk progenitor menghasilkan semua bagian yang berbeda dari nefron. Penghentian nefrogenesis sekitar minggu ke 34-36 kehamilan pada manusia menandai berakhirnya nefron baru bayi prematur dan bayi berat lahir rendah ( BBLR) sering kali menunjukkan perkembangan ginjal yang tidak lengkap dan jumlah nefron yang rendah. Kondisi ini dikombinasikan dengan faktor risiko lainnya (AKI atau predisposisi genetik) dapat meningkatkan perkembangan CKD pada tahap apapun. Cacat pada diferensiasi nefron atau penipisan kumpulan sel induk progenitor merupakan kontributor utama terhadap CKD pada anak-anak [4].
PATOGENESIS
Pada awal penyakit, ginjal beradaptasi terhadap kerusakan dengan meningkatkan LFG oleh nefron normal yang tersisa, namun makin lama menyebabkan kerusakan glomerulus progresif akibat peningkatan tekanan hidrostatik pada dinding kapiler dan efek toksik protein yang melintasi dinding kapiler. Seiring berjalannya waktu, jumlah nefron yang sklerosis akan semakin banyak, sehingga terjadi peningkatan beban ekskresi pada nefron yang masih bertahan. Kondisi ini akan terus berulang dan semakin banyak nefron yang rusak hingga berakhir dengan GGT [3].
Proteinuria pada PGK merupakan tanda penting kerusakan ginjal. Proteinuria berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena protein yang melintasi dinding kapiler glomerulus berdampak toksik sehingga terjadi migrasi darah monosit/makrofag dan dengan peran berbagai sitokin terjadi sklerosis glomerulus dan fibrosis tubulointerstisial. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan progresivitas penyakit karena menyebabkan nefrosklerosis arteriolar dan menambah cedera akibat hiperfiltrasi. Hiperfosfatemia menyebabkan pembentukan ikatan kalsium fosfat yang mengendap di interstisial ginjal dan pembuluh darah. Hiperlipidemia mempengaruhi fungsi glomerulus dengan menimbulkan cedera yang diperantarai zat oksidan [3].
GEJALA DAN DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan dengan melihat beberapa gejala sebagai berikut [1]:
1. Penurunan GFR minimal tiga sampai 6 bulan
2. Azotemia lebih dari tiga bulan
3. Adanya gejala uremia
4. Gejala dan tanda renal osteodystrophy
5. Ginjal mengecil bilateral
6. Didapatkan broad casts pada sedimen urine
KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik yang progresif dapat menimbulkan beberapa komplikasi dengan prevalensi dan intensitas yang lebih tinggi pada fungsi ginjal yang lebih rendah. Komplikasi yang dapat terjadi adalah penyakit kardiovaskular, hipertensi, anemia, kelainan tulang mineral, gangguan elektrolit, diabetes melitus, dan asidosis metabolik. Komplikasi ini berkontribusi pada morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta memengaruhi kualitas hidup yang buruk [1].
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada pasien penyakit ginjal kronik, meliputi : [5].
1. Urinalisis
Pada pemeriksaan urinalisis yang dinilai adalah warna urin, bau urin yang khas, turbiditas, volume, dan osmolalitas urin serta pH, hemoglobin (Hb), glukosa dan protein yang terdapat di urin. Kelainan urinalisis yang terdapat pada gambaran laboratoris penyakit ginjal kronik meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast serta isostenuria.
2. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Parameter untuk mengetahui fungsi ginjal dan progresifitas penyakit adalah Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan kemampuan eksresi ginjal. Kemampuan eksresi ginjal dilakukan dengan mengukur zat sisa metabolisme tubuh melalui urin seperti ureum dan kreatinin. Peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum merupakan indikasi terjadinya penurunan fungsi ginjal.
3. Ultrasonografi (USG) ginjal
Pada pasien PGK dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa dan klasifikasi ginjal.
TATALAKSANA
Pada anak-anak dengan CKD, pengobatan disfungsi aksis kalsium/fosfor sangat penting karena sangat mempengaruhi pertumbuhan. Aktivasi konstitutif hormon paratiroid (PTH; yaitu hiperparatiroidisme sekunder) sudah terjadi pada tahap menengah CKD. Oleh karena itu, waktu kerjanya sempit karena potensi pertumbuhan yang hilang pada tahun-tahun pertama tidak dapat dipulihkan. Kalsimimetik adalah kelas obat yang menurunkan ambang batas aktivasi reseptor penginderaan kalsium oleh ion kalsium ekstraseluler, sehingga mengurangi pelepasan PTH dari sel paratiroid. Obat-obatan ini sudah digunakan pada pasien CKD dewasa yang menjalani dialisis. Baru-baru ini, sejumlah kecil uji coba yang disponsori telah diselesaikan menggunakan cinacalcet, tersedia untuk anak-anak di atas 3 tahun yang menjalani dialisis dengan hiperparatiroidisme yang tidak terkontrol dengan terapi perawatan standar. Hasil pertama menunjukkan penurunan kadar PTH hingga 57,1% dari pasien yang terdaftar [4].
PROGNOSIS
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang serius pada anak dengan morbiditas dan mortalitas yang semakin meningkat serta menimbulkan masalah sosial ekonomi yang signifikan. Deteksi dan intervensi dini sangat penting untuk memperlambat progresivitas penyakit dan menjaga kualitas hidup [5].
Sebagian besar kualitas hidup anak dengan PGK memiliki kualitas hidup yang buruk. Menurut hasil wawancara secara langsung, terdapat beberapa anak yang memiliki masalah dalam pergaulan dengan alasan sering diejek oleh teman-temannya karena memiliki tubuh yang bengkak. Pembengkakan tubuh ini lebih banyak terjadi di bagian wajah dan kaki, hal tersebut merupakan salah satu penyebab dari kondisi hipoalbuminemia. Keadaan tubuh yang bengkak dapat menurunkan rasa percaya diri anak sehingga dikhawatirkan dapat memengaruhi keadaan mentalnya. Pasien dengan PGK memiliki risiko tinggi untuk mengalami depresi dan kecemasan [6].
PENCEGAHAN
Deteksi dini dilakukan pada anak dengan riwayat keluarga dislipidemia familial karena dislipidemia dapat menyebabkan aterosklerosis yang berakibat stenosis arteri renalis dan iskemia ginjal. Sebagian besar anak dengan PGK memiliki kadar lipid abnormal yang meningkatkan risiko aterogenesis dan memperburuk fungsi ginjal. Target yang harus dicapai adalah penurunan kadar low density lipoprotein (LDL) di bawah 100 mg/dL dan kadar trigliserida di bawah 200 mg/dL [4].
Wijaya, D. S., Kurniawan, Y. F. Gagal Ginjal Kronik pada Anak. Jurnal Medika Hutama. 2024; 5 (4): 4029-4035.
Ahn, Y. H., Hee, G K., Ha, I. S. Faktor Risiko Perkembangan Penyakit Ginjal Kronik pada Anak. Childhood Kidney Diseases. Vol 25 (1). 2021.
Deswita., Wansyaputri, R. R. Sistem Perkemihan Gagal Ginjal Akut pada Anak dan Penanganannya. Jawa Barat: CV. Adanu Abimata. 2023.
Cirillo, L., et al. Penyakit Ginjal Kronis pada Anak-Anak. Clinical Kidney Journal. Vol 16 (10). 2023.
Anggraini, D. Aspek Klinis dan Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Ginjal Kronik. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 9 (2). 2022.
Sani, F., Tarigan, R., Widiasta, A. Kualitas Hidup Anak dengan Penyakit Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Sari Pediatri. Vol 24 (1). 2022.