a. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tidak menular yang serius dan penyakit tulang yang paling umum. Osteoporosis merupakan gangguan tulang yang terjadi ketika kepadatan dan masa tulang menurun, atau terjadi perubahan struktur dan kekuatan tulang. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kekuatan tulang yang beresiko tinggi terjadinya fraktur (patah tulang). Penyakit ini merupakan ”silent disease” karena penyakit ini tidak memunculkan gejala awal hingga penderitanya mengalami patah tulang.
b. Epidemiologi
Berdasarkan data statistik dari United Ministry of Health, tercatat data penderita osteoporosis sebanyak 879 juta jiwa dan penduduk dunia yang mengalami penyakit tersebut sebanyak 809 juta jiwa. Menurut data dari Badan Penelitian Kesehatan tahun 2018 penyakit tersebut menjadi masalah kesehatan global karena berada pada urutan kedua dalam kategori penyakit kardiovaskuler. Berdasarkan data dari Kemenkes RI tahun 2017, tercatat angka kejadian osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada laki-laki yaitu 40% pada perempuan sedangkan pada laki-laki sebanyak 13%. Di Indonesia osteoporosis masalah yang serius, hal ini di buktikan dengan tingginya kasus osteoporosishingga mencapai 19,7%. Angka tersebut tersebar dengan perbandingan risiko lebih tinggipada perempuan (21,7%) dibandingkan laki-laki (14,8%), demikian juga perbandingan dari segi umur ditemukan risiko osteoporosis pada perempuan meningkat secara nyata di usia 50 tahun (sekitar usia menopause), sedangkan pada laki-laki terjadi di usia 55 tahun. Risiko osteoporosis meningkat sesuai pertambahan usia.
c. Etiologi
Faktor risiko osteoporosis bersifat multifaktorial. Ada dua jenis faktor risiko, yaitu faktor risiko yang dapat dihindari dan faktor risiko yang tidak dapat dihindari. Faktor yang dapat dihindari antara lain indeks massa tubuh, konsumsi steroid, asupan kafein,kebiasaan olahraga, menyusui, merokok, kekurangan kalsium dan vitamin D, dan asupan alkohol. Selain faktor yang dapat dicegah, ada juga faktor yang tidak dapat dihindari, seperti jenis kelamin, usia, ras, riwayat keluarga, kondisi fisik, dan menopause. Semua faktor yang dapat dicegah dan tidak dapat dihindari ini memengaruhi kepadatan tulang, yang dapat menyebabkan gejala dan perkembangan osteoporosis. Peningkatan aktivitas fisik pada setiap tahap kehidupan memiliki dampak yang baik bagi kesehatan tulang, sedangkan penurunan aktivitas fisik dapat menyebabkan pengeroposan tulang. Ketidakaktifan fisik merupakan faktor risiko osteoporosis yang dapat dimodifikasi.
d. Patofisiologi
Osteoporosis terjadi pada saat fase remodelling (saat proses resorpsi tulang dan pembentukan tulang) yang menyebabkan imbalance atau ketidakseimbangan prosescoupling. Osteoklas merupakan sel yang berfungsi untuk menyerap substansi tulang dan berperan dalam proses pembentukan tulang, diferensiasi dari osteoklas terdiri dari beberapa rangkaian proses yang terdiri dari proses proliferasi, diferensiasi, fusi dan aktivasi osteoklas. Keempat proses tersebut diatur oleh suatu hormon dan sitokin. Interelasi antara beberapa faktor tersebut sangat diperlukan untuk homeostasis tulang. Interleukin, prostaglandin, TNF (tumor necrosis factor), dan TGF-β (transforming growthfactor-beta) berinteraksi untuk mengontrol osteoklas. Hal lainnya adalah adanya receptoractivator of nuclear factor kβ ligand (RANKL) dan osteoprotegerin (OPG) yang diidentifikasi dari sitokin berhubungan dengan pathogenesis penyakit tulang, salah satunya adalah osteoporosis. Regulasi dari RANKL dan OPG diatur oleh sitokin dan hormon, hal ini membuktikan bahwa sitokin berperan dalam patofisifiologi dari osteoporosis. Adanya ketidakseimbangan atau perubahan dari RANKL dan OPG akan menyebabkan terjadinya kondisi patologis yang serius pada tulang termasuk osteoporosis, penyakit tulang yang berkaitan dengan imun, kanker tulang, dan penyakit tulang genetik.
e. Patogenesis
Proses seluler yang membentuk tulang secara umum dibagi menjadi proses modelling dan remodelling. Proses modelling merupakan proses yang mengubah ukuran dan bentuk tulang. Pada proses modelling, proses pembentukan tulang (formasi) dan proses resorpsi tulang tidak terjadi berpasangan. Proses remodelling adalah proses formasi dan resorpsi yang terjadi berpasangan. Pada masa anak-anak dan dewasa muda, proses modelling dan remodelling terjadi bersama-sama dan menentukan puncak massa tulang, kepadatan, dan arsitektur tulang.
Pada akhir masa pubertas, puncak massa tulang akan tercapai. Puncak massa tulang dipengaruhi oleh genetik, aktivitas fisik, asupan zat gizi yang cukup, serta hormon seks, seperti estrogen dan testosteron. Kalsium, vitamin D, dan protein adalah zat gizi yang penting untuk mencapai puncak massa tulang optimal. Berbagai penyakit dan obat-obatan juga dapat memengaruhi puncak massa tulang.
Setelah puncak massa tulang tercapai, maka tulang akan mengalami fase plateau, dan setelah itu, kepadatan tulang akan menurun perlahan seiring dengan usia. Penurunan kepadatan tulang adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari proses penuaan dan menopause. Proses ini akan terus berlanjut seiring bertambahnya usia akibat hipogonadisme pada perempuan dan laki-laki serta hiperparatiroidisme sekunder akibat defisiensi kalsium dan berkurangnya mobilitas. Pada perempuan, sekitar 50% tulang trabekular dan 35% tulang kortikal akan hilang selama hidup, sedangkan pada laki-laki kehilangan yang terjadi adalah sekitar dua pertiga dari yang terjadi pada perempuan.
f. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang spesifik dari osteoporosis itu tergantung dengan tulang yang terlibat. Manifestasi yang paling umum adalah adanya kelainan tulang. Nyeri terjadi hanya apabila terjadi fraktur kerapuhan atau fragility fracture. Fraktur terjadi karena tulang spons trabekula menjadi sangat tipis dan tulang kompak menjadi keropos. Saat tulang tersebut kehilangan volume kepadatannya, maka tulang tersebut akan rapuh dan lemah atau bahkan menjadi kecacatan.
g. Tanda dan Gejala
Osteoporosis pada umumnya tidak memiliki gejala dan merupakan “silent disease” sampai terjadinya patah tulang. Berikut ini merupakan tanda awal dari yang dapat menunjukan perkembangan osteoporosis: (1) Perubahan pada struktur gusi yang diakibatkan karena hilangnya kepadatan tulang di rahang sehingga gusi tertarik ke belakang; (2) Kekuatan cengkraman atau handgrip yang lebih lemah, cengkraman tangan berkaitan dengan kepadatan tulang; (3) Kuku lemah dan rapuh.
h. Komplikasi
Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang (fraktur), punggung bungkuk (kifosis), berkurangnya tinggi badan, atau nyeri punggung. Selain itu, apabila osteoporosis tidak ditangani maka akan mengakibatkan cacat tubuh, bahkan kematian. Penurunan kepadatan tulang atau densitas masa tulang menyebabkan kelainan bentuk tulang dan mengakibatkan kerusakan pada struktur tulang pula, sehingga dapat menyebabkan sakit punggung kronis.
i. Diagnosis
Diagnosis osteoporosis menggunakan pemindaian DXA atau (dual-energy x-rayabsorptiometry) untuk mengukur kepadatan mineral tulang atau Bone Mineral Density(BMD) dari proksimal femur untuk mendapatkan T-score atau sesuatu yang berfungsi untuk mengukur kepadatan tulang seseorang. T-score dibawah <2,5 dibawah nilai referensi mengindikasikan osteoporosis dan jika disertai dengan satu atau lebih patah tulang, menunjukan osteoporosis yang parah.
Kriteria diagnosis osteoporosis adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis Osteoporosis menurut World Health Organization (WHO) pada perempuan pascamenopause dan laki-laki ≥50 tahun tanpa adanya fraktur patologis menggunakan T-score: 1) Nilai T-score ≥ 1 dikatakan normal. 2) Nilai T-score 1 sampai dengan 2,5 dikatakan osteopenia. 3) Nilai T-score ≤ 2,5 dikatakan Osteoporosis.
b. Pada perempuan premenopause dan laki-laki <50 tahun menggunakan Z-score: 1) Nilai Z-score >-2 dikatakan within expected range for age. 2) Nilai Z-score ≤-2 dikatakan lowBMD for chronological age.
j. Tata laksana
Tujuan dari pengobatan osteoporosis adalah memperlambat atau menghentikan pengeroposan tulang dan mencegah patah tulang. Terapi yang pertama adalah mengidentifikasi dan meminimalisir dari faktor risiko, yang kedua adalah diagnosis yang tepat dan pengobatan penyebab sekunder, lalu modifikasi perilaku yaitu nutrisi yang tepat seperti asupan makanan dan minuman yang mengandung kalsium, vitamin D dan protein dapat membantu mengurangi risiko keropos tulang dan menjaga kesehatan secara keseluruhan, aktivitas fisik untuk mengontrol IMT dan strategi pencegahan patah tulang.
Suplementasi dengan kalsium dan vitamin D penting tetapi tidak cukup untukmengobati osteoporosis pada orang lanjut usia. Kombinasi perawatan dengan suplementasi zat gizi dan aktivitas fisik serta olahraga juga menjadi salah satu pilihan dalam osteoporosis yaitu olahraga ditambah suplemen susu yang diperkaya meningkatkan kadarvitamin B-12 dan 25(OH)D serta keseimbangan indikator pergantian tulang. Aktivitas fisik (PA) memiliki potensi untuk mengobati osteoporosis namun efek dari modalitas PAyang berbeda pada kesehatan tulang dapat bervariasi. Olahraga untuk mencegahosteoporosis pada orang lanjut usia dilakukan selama 60 menit atau lebih, 2-3 kaliseminggu, selama setidaknya tujuh bulan.
k. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari osteoporosis meliputi osteomalasia, tumor primer tulang, osteonekrosis, osteogenesis imperfekta, renal osteodystrophy, serta fraktur patologis sekunder yang disebabkan metastasis.